Program inovasi sekolah




















Lantaran berperan besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan, kepala sekolah haruslah memenuhi kelima kompetensi di atas. Inovasi Kurikulum Supaya kualitas akademis dan psikis murid bisa seimbang, kepala sekolah dapat melakukan inovasi dengan cara mengubah kurikulum yang ada. Padukan ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum, sehingga murid-murid SD memiliki keseimbangan pemahaman antara ilmu dan akhlak yang terpuji. Inovasi Pengelolaan Fasilitas Pengelolaan fasilitas menjadi inovasi yang wajib dilakukan kepala sekolah, melalui kerjasama antara pihak sekolah dan orangtua siswa komite sekolah , demi terciptanya sarana dan prasarana yang berkualitas.

Beberapa contohnya seperti pembangunan gedung, laboratorium baru sampai komputerisasi berbagai kebutuhan sekolah. Inovasi Keuangan Prof. Nanang Fattah, M. Menghilangkan kebosanan saat sibuk membaca. Subscribe ke akun YouTube Brilio untuk tetap ter-update dengan konten kegemaran Milenial lainnya. Perjalanan karier Haruka, dari audisi hingga eksis di Indonesia. Sabar hadapi murid nakal, 3 guru ini dapat berkah tak terduga. Begini penampakan cincin tunangan Irish Bella, simpel dan cantik.

Ini penjelasan Sutopo soal heboh lubang besar di Sungai Kuning. Adik Ahok posting soal jangan buru-buru menikah, untuk Ahok? Sign In Brilio Channels. Brilio Channels. Siswa jadi betah berlama-lama di sekolah. Kurnia Putri Utomo Share now. Astro-Lo-Gue Ep. Talent Scouting Bibit Olahraga dan Seni Pembinaan olahraga memang menjadi tugas utama guru olahraga dan keshatan.

Tetapi, program pembinaan olahraga secara teroganisasi di sekolah sudah barang tentu menjadi tanggung jawab semua komponen sekolah. Di samping olahgara rekreasi, pencatatan secara rutin rekor olahraga prestasi harus tersedia di sekolah.

Sekolah harus memiliki catatan, nama-nama siswa dengan rekor tertingginya dalam cabang olahraga tertentu. Dengan catatan ini, jika ada kegiatan pertandingan olahraga, maka sekolah tinggal memilih mereka untuk dapat mengikuti ajang pertandingan olahraga yang akan diikuti. Pencatatan prestasi olahraga ini dapat dilakukan pada awal tahun pelajaran atau pada saat usai ulangan semester pertama menjelang libur sekolah.

Dengan demikian, sekolah dapat menjadi tempat pembibitan olahraga dan seni yang pertama dan utama. Science-Tech Club Sama dengan talent scouting dalam bidang olahraga, sekolah juga harus melakukannya untuk bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebenarnya para guru telah memiliki pengetahuan dan keterampilan praktis dalam penelitian sederhana. Namun banyak di antaranya kurang begitu yakin bahwa anak-anak mampu melakukannya. Padahal obyek penelitian sederhana bagi anak-anak terbentang luas di sekolah dan lingkungannya.

Sayur apakah yang menjadi kegemaran siswa, sebagai contoh, adalah pertanyaan penelitian sederhara yang dapat dilakukan bukan di SMP, tetapi sudah bisa dilakukan di SD. Topik-topik lainnya misalnya: 1 rata-. Kebun Sekolah dan Penanaman Sejuta Pohon Jika secara internasional isu pemanasan global telah melahirkan Bali Roadmap untuk memecahkan isu tersebut, maka apa yang dapat dilakukan di tingkat sekolah? Tentu saja pendidikan lingkungan hidup harus menjadi tanggung jawab sekolah.

Untuk sekolah yang tidak memiliki lahan yang luas, setiap kelas dapat diminta untuk membikin taman di depan kelasnya masing-masing. Atau dapat meminta kepada para siswa untuk masing-masing dapat memiliki tanaman kesayangan yang harus dipelihara setiap hari dengan sepenuh hati.

Disiram, dipupuk, dan disiangi kalau ada rumput yang menggangunya. Jika ada sedikit lahan di depan sekolah, maka sekolah juga dapat membuat taman sederhana untuk menanam tanaman hias atau tanaman bunga, agar sekolah tidak terasa gersang.

Jika di lingkungan sekolah ada lahan tidur yang tidak dimanfaatkan oleh yang empunya, sekolah dapat meminjamnya untuk dijadikan kebun sekolah tempat praktik anak-anak menanam berbagai jenis tanaman. Selain itu, sekolah juga dapat membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan program penanaman satu juta pohon. Pada waktu itu, pelibatan peran serta orangtua dalam penyelenggaraan pendidikan masih menjadi sesuatu yang langka. Setelah program ini dilaksanakan, antusiasme orangtua dan masyarakat tiba-tiba meningkat secara drastis.

Sejak adanya festival hari pertama sekolah itu, orangtua siswa dan masyarakat merasakan adanya peningkatan keakraban dan kekeluargaan antara sekolah dan orangtua siswa secara luar biasa. Orangtua dan masyarakat tidak lagi merasa sebagai klien, tetapi sebagai pemangku kepentingan yang memiliki tanggung jawab yang sama besar dengan pihak kepala sekolah dan para guru di sekolah.

Program seperti ini dapat berupa program lain yang tidak kalah inovatifnya. Acara tutup tahun sekolah, sebagai contoh, dapat menjadi media untuk menyatupadukan sekolah dengan orangtua dan masyarakat. Dalam acara tersebut, para siswa dapat menunjukkan kebolehannya, baik dalam bidang akademis maupun nonakademis, di hadapan orangtua dan masyarakat. Dampaknya, orangtua dan masyarakat menjadi lebih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap upaya sekolah dalam meningkatkan kompetensi siswa.

Dampak pengiringnya, orangtua dan masyarakat menjadi lebih antusias dalam ikut serta memberikan dukungan dan bantuan terhadap pelaksanaan program-program inovatif sekolah.

Akhir Kata Masih sangat banyak program inovatif lain yang dapat dilaksanakan oleh sekolah. Tentu saja berdasarkan kondisi sekolahnya masing-masing. Sebagai contoh, program sekolah berwawasan imtaq, program sekolah yang aman dan nyaman, program sekolah ramah anak, kegiatan outbond, dan masih banyak yang lainnya. Penerapan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan PAKEM dan contextual teaching and learning CTL kini menjadi program inovatif di sekolah yang menjadi primadona.

Pendek kata, dengan program inovatif, semua warga sekolah dan pemangku kepentingan ingin mencoba sesuatu yang tidak biasa. Ingin mencoba sesuatu yang baru, yang kalau bisa yang luar biasa. Itu semua dapat dimulai dengan program inovatif yang sederhana, dan sudah barang tentu yang tidak memberatkan keuangan orangtua siswa. Yang penting, semua warga sekolah ingin melakukan sesuatu yang baru, atau sesuatu yang sebelumnya kurang mendapatkan perhatian. Tentu saja, semua itu harus dirancang adalam rencana yang matang, yang dikenal dengan Rencana Pengembangan Sekolah RPS , yang disusun oleh sekolah bersama dengan pemangku kepentingan.

Dengan kata lain, RPS yang disusun hendaknya memuat program-program inovatif, baik yang terkait dengan aspek akademis maupun nonakademis di sekolah. Sulitkah semua itu kita lakukan? Semua itu memang sulit untuk pertama kalinya. All beginning is difficult. Semua permulaan itu memang sulit. Tetapi, yakinlah bahwa semua itu dapat dilakukan jika kita memiliki kemauan. Dimana ada kemauan di situ ada jalan.

Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook. Pengantar Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah masih rendahnya mutu pendidikan dari sebagian sekolah khususnya sekolah dasar dan menengah di pedesaan, misalnya di pedalaman dan di perbatasan. Namun demikian, mutu pendidikan nasional belum merata di seluruh tanah air. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, secara umum, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, sebaliknya sebagian lainnya khususnya di pedesaan, masih memprihatinkan.

Jadi, kesenjangan mutu pendidikan nasional masih cukup lebar. Berdasarkan kenyataan ini, berbagai pihak mempertanyakan: apa penyebab kesenjangan mutu pendidikan nasional yang masih lebar ini? Tentu saja jawabannya adalah banyak faktor yang menyebabkan lebarnya kesenjangan mutu pendidikan nasional, tiga diantaranya adalah: 1 penerapan pendekatan sistem secara parsial, 2 belum maksimalnya penerapan MBS, dan 3 rendahnya partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah.

Faktor pertama, penerapan pendekatan sistem dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah sering dilaksanakan secara parsial. Sekolah sebagai sistem terdiri dari konteks, input, proses, output, dan outcome. Dalam kenyataannya, pengembangan sekolah sering difokuskan pada input saja guru, kurikulum, sarana dan prasarana, dana, dsb. Padahal, penyelenggaraan sekolah sebagai sistem harus dilakukan secara utuh, tidak parsial, apalagi parosial.

Artinya, pengembangan sekolah secara sistem harus mencakup seluruh komponen sekolah secara utuh mulai dari konteks, input, proses, output, hingga sampai outcome. Faktor kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional yang dilakukan secara birokratik-sentralistik telah menempatkan sekolah sebagai subordinasi yang sangat tergantung pada keputusan birokrasi diatasnya yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang diberlakukan kurang sesuai dengan kondisi sekolah setempat.

Faktor ketiga, peranserta warga sekolah khususnya guru, karyawan dan siswa serta peranserta masyarakat khususnya orangtua siswa dalam penyelenggaraan sekolah selama ini belum optimal. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di sekolah sangat tergantung pada guru. Dikenalkan pembaruan apapun jika guru tidak berubah, maka tidak akan terjadi perubahan di sekolah tersebut.

Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya sebatas pada dukungan dana, sedang dukungan-dukungan lain seperti pemikiran, moral, pisik, dan material belum optimal. Padahal, kesuksesan sekolah sangat memerlukan teamwork yang kompak, cerdas, dinamis, harmonis, dan lincah.

Hal ini hanya akan terjadi apabila pertisipasi warga sekolah dan masyarakat maksimal. Partisipasi maksimal akan mampu meningkatkan rasa kepemilikan terhadap sekolah dan rasa kepemilikan akan meningkatkan dedikasi warga sekolah dan masyarakat terhadap sekolah. Berdasarkan ketiga faktor tersebut, tentu saja perlu dilakukan upaya-upaya penyampurnaan, salah satunya adalah mempertegas konsep dasar MBS dan memperkuat pelaksanaannya.

Oleh karena itu, pembahasan MBS selanjutnya akan difokuskan pada: 1 landasan yuridis, 2 asumsi-asumsi diterapkannya MBS, 3 prakondisi yang diperlukan dalam penyelenggaraan MBS, 4 konsep dasar MBS yang meliputi: pola baru manajemen pendidikan masa depan, arti, tujuan,.

Kelima bahasan tersebut akan diuraikan seperlunya pada bab-bab berikut. Landasan Yuridis Penerapan MBS dilandasi oleh peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku di Indonesia, yaitu: 1. Persyaratan ini bukan dimaksudkan untuk menghambat sekolah yang tidak memenuhinya untuk melaksanakan MBS, tetapi lebih merupakan petunjuk penyiapan bagi sekolah-sekolah yang akan menerapkan MBS.

Sekolah yang hanya mampu memenuhi sebagian persyaratan, tetap bisa menerapkan MBS sambil melengkapi persyaratan yang belum dapat dipenuhi. Oleh karena itu, persyaratan berikut bukan merupakan harga mati, akan tetapi lebih merupakan saran yang masih terbuka untuk dimodifikasi, dikurangi atau ditambah sesuai dengan karakteristik sekolah dan masyarakat sekitarnya.

Adapun prakondisi yang diperlukan untuk melaksanakan MBS adalah sebagai berikut. Pertama, warga sekolah sumberdaya manusianya harus siap diajak untuk melakukan perubahan pada dirinya, baik pola pikirnya mind set , pola hatinya heart set , maupun pola tindakannya action set.

Kedua, sekolah sebagai institusi pendidikan juga harus siap untuk menerapkan MBS sebagaipola baru, misalnya perencanaannya, pengorganisasiannya, pelaksanaannya, pengkoordinasiannya, dan pengontrolannya. Artinya, sekolah harus mau melakukan restrukturisasi perubahan terhadap manajemen dan organisasinya agar akomodatif terhadap penerapan MBS.

Keempat, sekolah memiliki kemampuan mengarahkan dan membimbing warganya melalui penyusunan kebijakan, rencana, dan program yang jelas untuk menyelenggarakan MBS.

Ini semua dilakukan secara partisipatif oleh warga sekolah. Kelima, sekolah memiliki sistem tata kelola yang baik untuk mempromosikan partisipasi dan transparansi kepada warga sekolah dan masyarakat sekitar serta akuntabilitas sekolah terhadap publik sehingga sekolah akan merupakan bagian dari milik masyarakat dan bukannya sekolah yang berada di masyarakat.

Keenam, dukungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menerapkan MBS cukup kuat, yang ditunjukkan oleh pemberian arah, bimbingan, pengaturan, dan monitoring serta evaluasi yang diperlukan untuk kelancaran penyelenggaraan MBS.

Lebih dari itu, sekolah diberi kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar otonomi untuk menyelenggarakan sekolahnya. Bukti-bukti empirik lemahnya pola lama manajemen pendidikan nasional dan digulirkannya otonomi daerah telah mendorong dilakukannya penyesuaian diri dari pola lama manajemen pendidikan menuju pola baru manajemen pendidikan masa depan yang lebih bernuansa otonomi dan yang lebih demokratis.

Tabel 1 berikut menunjukkan dimensi-dimensi perubahan pola manajemen, dari yang lama menuju ke yang baru. Berikut dijelaskan secara singkat Tabel 1. Pada Pola Lama, tugas dan fungsi sekolah lebih pada melaksanakan program dari pada mengambil inisiatif merumuskan dan melaksanakan program peningkatan mutu yang dibuat sendiri oleh sekolah.

Sedang pada Pola Baru, sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolaan lembaganya, pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif dan partsisipasi masyarakat makin besar, sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan dari pada pendekatan birokrasi, pengelolaan sekolah lebih desentralistik, perubahan sekolah lebih didorong oleh motivasi-diri sekolah dari pada diatur dari luar sekolah, regulasi pendidikan lebih sederhana, peranan pusat bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi dan dari mengarahkan ke memfasilitasi, dari menghindari resiko menjadi mengolah resiko, penggunaan uang lebih efisien karena sisa anggaran tahun ini dapat digunakan untuk anggaran tahun depan efficiency-based budgeting , lebih mengutamakan teamwork,informasi terbagi ke semua warga sekolah, lebih mengutamakan pemberdayaan, dan struktur organisasi lebih datar sehingga lebih efisien.

Pada dasarnya, MBS dijiwai oleh pola baru manajemen pendidikan masa depan sebagaimana diilustrasikan pada Tabel 1. Lebih rincinya, konsep dasar dan karakteristik MBS dapat diuraikan sebagai berikut. Dengan otonomi tersebut, sekolah diberikan kewenangan dan tanggungjawab untuk mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan tuntutan sekolah serta masyarakat atau stakeholder yang ada.

Catatan: MBS tidak dibenarkan menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Otonomi dapat diartikan sebagai kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok ukur utama kemandirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah sustainabilitas. Istilah otonomi juga sama dengan istilah swa, misalnya swasembada, swakelola, swadana,.

Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Dengan otonomi yang lebih besar, sekolah memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Peningkatan partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana warga sekolah guru, siswa, karyawan dan masyarakat orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dan sebagainya.

Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan, maka yang bersangkutan akan mempunyai rasa memiliki terhadap sekolah, sehingga yang bersangkutan juga akan bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya: makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula dedikasinya.

Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan partisipasi. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan.

Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan. Kerjasama sekolah yang baik ditunjukkan oleh hubungan antar warga sekolah yang erat, hubungan sekolah dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran bersama bahwaoutput sekolah merupakan hasil kolektif teamwork yang kompak, cerdas dan dinamis.

Akuntabilitas sekolah adalah pertanggungjawaban sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka. Sedang demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang terlembagakan melalui musyawarah dan mufakat dengan menghargai perbedaan, hak asasi manusia serta kewajibannya dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan. Partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan sekolah telah diatur dalam suatu kelembagaan yang disebut dengan Komite Sekolah.

Dalam hal pembentukannya, Komite Sekolah menganut prinsip transparansi, akuntabilitas, dan demokrasi. Komite Sekolah diharapkan menjadi mitra sekolah yang dapat mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di sekolah. Tugas dan fungsi Komite Sekolah antara lain mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap. Selain itu, Komite Sekolah juga dapat memberikan masukan dan pertimbangan kepada sekolah tentang kebijakan dan program pendidikan, rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah.

Pendeknya, Komite Sekolah diharapkan berperan sebagai pendukung, pemberi pertimbangan, mediator dan pengontrol penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Fleksibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah.

Dengan keluwesan-keluwesan yang lebih besar diberikan kepada sekolah, maka sekolah akan lebih lincah dan tidak harus menunggu arahan dari atasannya untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdayanya. Dengan cara ini, sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi segala tantangan yang dihadapi. Namun demikian, keluwesan-keluwesan yang dimaksud harus tetap dalam koridor kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ada. Dengan pengertian di atas, maka sekolah memiliki kemandirian lebih besar dalam mengelola sekolahnya menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu , memiliki fleksibilitas pengelolaan sumberdaya sekolah, dan memiliki partisipasi yang lebih besar dari kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan sekolah.

Selanjutnya, bagi sumberdaya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya, memiliki ciri-ciri: pekerjaan adalah miliknya, dia bertanggungjawab, pekerjaannya memiliki kontribusi, dia tahu posisinya di mana, dia memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan bagian hidupnya. MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsipprinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.

Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan. Dengan MBS, sekolah diharapkan makin mampu dan berdaya dalam mengurus dan mengatur sekolahnya dengan tetap berpegang pada koridor-koridor kebijakan pendidikan nasional. Perlu digarisbawahi bahwa pencapaian tujuan MBS harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan sebagainya.

Karakteristik MBS. Manajemen Berbasis Sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam menerapkan MBS, maka sejumlah karakteristik MBS berikut perlu dimiliki.

Berbicara karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif. Oleh karena itu, karakteristik MBS berikut memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif, yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output. Dalam menguraikan karakteristik MBS, pendekatan sistem yaitu input-prosesoutput digunakan untuk memandunya.

Hal ini didasari oleh pengertian bahwa sekolah merupakan sistem sehingga penguraian karakteristik MBS yang juga karakteristik sekolah efektif mendasarkan pada input, proses, dan output.

Selanjutnya, uraian berikut dimulai dari output dan diakhiri input, mengingat output memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedang proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah dari output, dan input memiliki tingkat kepentingan dua tingkat lebih rendah dari output. Output yang Diharapkan Sekolah memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik academic achievement dan output berupa prestasi non-akademik non-academic achievement.

Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut: 1 Proses Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi.

Ini ditunjukkan oleh sifat PBM yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik. PBM bukan sekadar memorisasi dan recall,bukan sekadar penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan logos , akan tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apayang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati ethos serta dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik.

PBM yang efektif juga lebih menekankan pada belajar mengetahui learning to know , belajar bekerja learning to do , belajar hidup bersama learning to live together , dan belajar menjadi diri sendiri learning to be. Pada sekolah yang menerapkan MBS, kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersedia.

Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui programprogram yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Secara umum, kepala sekolah tangguh memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya sekolah, terutama sumberdaya manusia, untuk mencapai tujuan sekolah.

Sekolah memiliki lingkungan iklim belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman enjoyable learning. Karena itu, sekolah yang efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman, tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan iklim tersebut.

Dalam hal ini, peranan kepala sekolah sangat penting sekali. Sekolah hanyalah merupakan wadah. Sekolah yang menerapkan MBS menyadari tentang hal ini. Oleh karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga sampai pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah.

Terlebih-lebih pada pengembangan tenaga kependidikan, ini harus dilakukan secara terusmenerus mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Pendeknya, tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan MBS adalah tenaga kependidikan yang mempunyai komitmen tinggi, selalu mampu dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik.

Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme. Kebersamaan teamwork merupakan karakteristik yang dituntut oleh MBS, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual.

Karena itu, budaya kerjasama antar fungsi dalam sekolah, antar individu dalam sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah. Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan.

Sekolah yang menerapkan MBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya.

Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula tingkat dedikasinya. Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua warga sekolah.

Sebaliknya, kemapanan merupakan musuh sekolah. Tentu saja yang dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya ada peningkatan terutama mutu peserta didik.

Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah.

Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus menerus. Perbaikan secara terus-menerus harus merupakan kebiasaan warga sekolah. Tiada hari tanpa perbaikan. Karena itu, sistem mutu yang baku sebagai acuan bagi perbaikan harus ada. Sistem mutu yang dimaksud harus mencakup struktur organisasi, tanggungjawab, prosedur, proses dan sumberdaya untuk menerapkan manajemen mutu.

Karena itu, sekolah selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan, sekolah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap. Menjemput bola, adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif. Sekolah yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang baik, terutama antar warga sekolah, dan juga sekolah-masyarakat, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga sekolah dapat diketahui.

Dengan cara ini, maka keterpaduan semua kegiatan sekolah dapat diupayakan untuk mencapai tujuan dan sasaran sekolah yang telah dipatok. Selain itu, komunikasi yang baik juga akan membentuk teamwork yang kuat, kompak, dan cerdas, sehingga berbagai kegiatan sekolah dapat dilakukan secara merata oleh warga sekolah. Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan.

Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orangtua siswa, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program ini, pemerintah dapat menilai apakah program MBS telah mencapai tujuan yang dikendaki atau tidak. Jika berhasil, maka pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan, sehingga menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang.

Sebaliknya jika program tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberikan teguran sebagai hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat. Demikian pula, para orangtua siswa dan anggota masyarakat dapat memberikan penilaian apakah program ini dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya secara individual dan kinerja sekolah secara keseluruhan.

Jika berhasil, maka orangtua peserta didik perlu memberikan semangat dan dorongan untuk peningkatan program yang akan datang. Jika kurang berhasil, maka orangtua siswa dan masyarakat berhak meminta pertanggungjawaban dan penjelasan sekolah atas kegagalan program MBS yang telah dilakukan.

A short summary of this paper. Justeru, keberhasilan sebuah proses pendidikan sedikit sebanyak dipengaruhi oleh sejauhmana kompetensi dan profesionalisme guru.

Oleh itu, untuk menjadikan proses pendidikan itu tidak layu dan kaku, maka guru sebagai antara agen pembaharuan perlu menghasilkan idea yamg kreatif dan membuat beberapa inovasi yang sesuai mengikut keperluan semasa murid. Demi merealisasikan hasrat ini, beberapa program dan aktiviti pembangunan inovasi dan kreativiti guru perlu dirancang dan dijalankan di peringkat sekolah. Justeru, guru yang menjadi penggerak kelancaran segala program sekolah, perlu menjadi agen pemba- haruan serta memberikan sentuhan dinamis yang akan mendorong proses pendidikan yang berkualiti, kreatif dan berinovasi dapat dihasilkan.

Panitia mata pelajaran juga digalakkan membina blog sendiri.



0コメント

  • 1000 / 1000